Senin, 13 April 2009

Jebakan Suatu Petang

Di atas panggung rendah, di hadapan ratusan peserta seminar, pria yang diperkenalkan pembawa acara sebagai mantan direktur BUMN itu, menyampaikan presentasinya dengan cukup baik. Tampaknya sudah demikian terlatih. Bahasa dan kalimat yang dia gunakan disampaikan dengan artikulasi dan intonasi yang tepat. Joke joke segar yang bertaburan di sana sini pun sampai tanpa salah alamat . Jauh dari kesan berlebihan dan memaksakan diri. Renyah dan sama sekali tidak garing. Peserta seminar yang berlangsung lepas petang di lantai satu gedung Indocement, Jalan Sudirman, Jakarta, itu tampak puas dan tulus tatkala mereka tertawa merespons joke-jokenya. Mengenakan stelan jas warna biru dan tatapan mata serta suara penuh optimisme, pria ini berhasil meyakinkan peserta seminar bahwa mereka tidak sedang melakukan hal yang percuma.

Inilah yang sedikit melupakan aku dari perasaan bahwa seorang kawan lama telah menjebakku mengikuti seminar ini. Usai pria itu menyampaikan presentasinya mengenai bisnis multilevel marketing, kawan yang menjebakku itu menghampiriku dan menawarkan tiket untuk mengikuti seminar yang lebih besar. Tentu saja aku menolaknya. Dan bergegas keluar dari sana. Mencari bus, pulang.

Di luar tampaknya hujan besar baru saja lerai. Kulihat trotoar dan badan jalan basah. Sewaktu menjelang petang tadi aku berangkat langit memang pekat sekali. Hanya karena kawan lama itu menjanjikan suatu proyek yang kupikir menarik, aku berangkat. Terus terang, aku memang terlalu ceroboh. Atau jangan-jangan kawanku yang lihai menjebak orang. Kemarin malam dia menelponku. Kawan yang pernah satu kantor saat aku bekerja di tabloid hiburan itu mula-mula menanyakan kegiatanku.

“Ini peluang bagus,” dia bilang. Dalam penjelasaannya yang penuh ‘misteri’ itu aku menangkapnya begini. Dia punya bos yang mau bikin buku. Lantas dia merekomendasikan aku untuk mengerjakannya.

Di dalam bus, seraya menatap jalanan yang mulai lengang, kaca bus yang dilumuri sisa hujan yang membuat pemandangan luar terlihat kabur, terngiang lagi dakwah pria itu. Apa yang Anda rencanakan untuk hidup Anda esok hari? Apakah hanya sekadar mengikuti alur hidup yang begitu-begitu saja? Ah, Bung, dakwahmu yang sok tahu itu tak urung bikin aku resah.

Bus telah sampai mengantarku ke terminal Blok M. Dan aku segera melupakan kekesalanku. Pada kawan lamaku itu aku urung mengirim sms begini: kamu telah membuang-buang waktuku. Aku tak pernah tega menciderai perasaan orang sekalipun dia telah membuatku kesal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar