Selasa, 21 April 2009

Salah Sambung

Dua malam ini aku menerima telepon salah sambung dari dua orang berbeda. Dua-duanya laki-laki. Yang pertama, dari suaranya, ia anak baru gede dengan logat Betawi sangat kentara. Lainnya kurasa seseorang berusia dewasa dengan cengkok terdengar sangat Jawa .

Menerima telepon salah sambung, kau tahu, bukan kejadian yang menyenangkan. Waktu paling pribadimu seakan terenggut paksa. Apalagi panggilan telepon datang saat kau tengah sibuk mengerjakan sesuatu. Tapi bisa juga tidak bagi orang yang menganggap mendapat telepon sebagai sesuatu yang menyenangkan karena orang akan melihat dia sibuk. Orang sibuk adalah orang yang penting karena itu banyak orang menghubungi dia. Bukankah dianggap sebagai orang penting itu sangat membanggakan? Tak peduli bahwa orang yang menghubungi adalah bos yang memaki-maki, si penagih utang yang terus mengejar-ngejar, atau klien yang tak puas dengan pekerjaanmu.

Dulu sewaktu baru memiliki ponsel, ketika ponsel berdering saat aku berada di antara kawan-kawan yang belum memiliki ponsel, betapa senang rasanya. Kawan-kawan melihat aku dengan tatapan kagum. Dan jujur kuakui dengan perasaan sangat malu bahwa ternyata perasaan seperti itu kadang masih muncul juga. Kala sedang sendiri dan merasa sepi, tidak dipedulikan dunia, aku kadang merindukan ponselku berdering. Terserah siapa pun yang menelponku pasti aku mengangkatnya dengan gembira. Sayangnya ini hampir tidak pernah terjadi. Telepon salah sambung atau pun benar sambung justru sering datang manakala aku tidak ingin menerima panggilan dari siapa pun. Baik manakala aku tengah sibuk diburu pekerjaan, sedang wawancara dengan narasumber, misalnya. Atau ketika aku benar-benar tengah ingin menikmati keheningan, saat-saat tidak dipedulikan dunia. Jika ini yang terjadi aku merasa dunia sedang bersekongkol menggangguku; memiliki ponsel menjadi serupa ancaman. Setiap saat dan di mana pun, setiap orang dapat merusak keheningan yang tengah kunikmati.

Tapi kadang aku tergelitik oleh pertanyaan, kenapa harus ada salah sambung? Tentu ini karena kecerobohan, atau ketidak telitian saat mencatat atau memijit nomor telepon. Mungkin salah sambung juga perlu terjadi di dunia ini. Bahkan kurasa tanpa salah sambung dunia akan baik-baik saja, datar, tidak ada kejutan. Sesuatu yang datar, tanpa riak gelombang bukanlah sesuatu yang menyenangkan karena kondisi seperti itu tidak menyiratkan kehidupan yang dinamis.

Salah sambung selain menimbulkan kejengkelan, kadang menciptakan situasi yang memancing tawa. Bayangkan jika tiba-tiba suara di seberang langsung nerocos meluncurkan kalimat-kalimat erotik, atau apalah yang aneh, seperti datang dari planet lain yang membuat kau terpingkal. Inilah kurasa yang melatari tim kreatif sebuah radio ternama di Jakarta bernama Gen FM membuat mata acara bertajuk ‘Salah Sambung’. Saat menjadi wartawan tabloid hiburan aku sering mengikuti acara ini di perjalanan memburu narasumber. Lumayan menggelitik, sedikitnya mengurangi bĂȘte dihajar kemacetan. Aku tidak tahu acara ini masih disiarkan atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar