Sampai dua pekan ke depan aku berniat untuk tidak menulis cerpen ataupun menyicil novelku. Aku hanya ingin membaca novel yang pekan lalu kubeli di book fair dan kupinjam dari sejumlah kawan. Ada setumpuk novel. Tapi aku baru merampungkan Gemblak (Enang Rokajat Assura), Cinta Terlarang (Andre Aciman) dan sedang menyelesaikan Snow (Orhan Pamuk). Kalau dihadapkan pada banyak bacaan, terus terang aku jadi gugup, serba salah, mana dulu yang harus kubaca. Butuh beberapa lama sebelum memastikan novel mana yang harus kubaca lebih dulu. Dan ini, kau mungkin pernah mengalaminya, bukan hal yang mudah untuk orang macam aku yang agak susah konsentrasi. Jika aku memilih novel yang lebih dulu kubaca tidak otomatis bahwa itu novel yang paling kusukai atawa kuimpi-impi. Melainkan bisa jadi karena lebih tipis dan lebih ringan sehingga tidak terlalu memerlukan konsentrasi yang terlalu tinggi, juga tampilan covernya mengundang, dan tidak ribet dibawa ke mana-mana. Membaca novel buatku, terutama adalah untuk mencari hiburan. Bukan karena keperluan riset dan sejenisnya. Jadi, jika kemudian aku memperoleh dunia lain, itulah bonus.
Aku menyisihkan The Name of the Rose karena dalam kepalaku ini pasti novel berat. Jadi butuh konsentrasi tinggi, aku akan membacanya jika punya waktu yang betul-betul hening. Aku sebetulnya tergoda untuk lebih dulu membaca Teka Teki Cinta Sang Pramusaji (Vikas Swarup). Aku sudah telanjur memilih Snow . Kenapa lebih tegoda Teka Teki Cinta Sang Pramusaji ketimbang Geni Jora (Abidah Al Khalieqy)? Kupikir mungkin karena inilah novel yang diangkat ke film menjadi Slumdog Millionaire yang meraih banyak Oscar itu. Aku tidak bisa membaca beberapa novel secara selang-seling. Kalau kulakukan akan memperparah kemampuan otakku konsentrasi.
Begitulah. Gemblak berkisah tentang praktik homoseksual yang menjadi tradisi di kalangan warok. Gemblak atawa gundik, dalam novel ini adalah lelaki muda yang djadikan simpanan pemuas nafsu seks seorang warok. Tema ini sebetulnya menarik, hanya saja penggarapannya kurang menukik pada gagasan tentang gemblak itu sendiri. Kepedihan korban penggemblakan tak muncul secara mengharukan, mungkin karena pengarang disusupi niat berdakwah. Dan kukira plot novel ini agak mengada-ada, oleh karenanya agak tersendat.
Berbeda dengan Cinta Terlarang yang mengalir melalui perasaan-perasaan aku (Elio) si tokoh utama dalam menghadapi perasaan cintanya kepada Oliver. Cinta Terlarang banyak memaparkan adegan erotis, tapi terkemas dalam balutan bahasa yang penuh perasaan mengharukan.
Aku menyisihkan The Name of the Rose karena dalam kepalaku ini pasti novel berat. Jadi butuh konsentrasi tinggi, aku akan membacanya jika punya waktu yang betul-betul hening. Aku sebetulnya tergoda untuk lebih dulu membaca Teka Teki Cinta Sang Pramusaji (Vikas Swarup). Aku sudah telanjur memilih Snow . Kenapa lebih tegoda Teka Teki Cinta Sang Pramusaji ketimbang Geni Jora (Abidah Al Khalieqy)? Kupikir mungkin karena inilah novel yang diangkat ke film menjadi Slumdog Millionaire yang meraih banyak Oscar itu. Aku tidak bisa membaca beberapa novel secara selang-seling. Kalau kulakukan akan memperparah kemampuan otakku konsentrasi.
Begitulah. Gemblak berkisah tentang praktik homoseksual yang menjadi tradisi di kalangan warok. Gemblak atawa gundik, dalam novel ini adalah lelaki muda yang djadikan simpanan pemuas nafsu seks seorang warok. Tema ini sebetulnya menarik, hanya saja penggarapannya kurang menukik pada gagasan tentang gemblak itu sendiri. Kepedihan korban penggemblakan tak muncul secara mengharukan, mungkin karena pengarang disusupi niat berdakwah. Dan kukira plot novel ini agak mengada-ada, oleh karenanya agak tersendat.
Berbeda dengan Cinta Terlarang yang mengalir melalui perasaan-perasaan aku (Elio) si tokoh utama dalam menghadapi perasaan cintanya kepada Oliver. Cinta Terlarang banyak memaparkan adegan erotis, tapi terkemas dalam balutan bahasa yang penuh perasaan mengharukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar