Senin, 01 Juni 2009

Tentang Buku “Lagu Cinta untuk Tuhan”, dan Harapan…



Buku-buku baru terus berhamburan saban aku ke toko buku. Konon, (aku tak tahu pasti karena belum pernah menanyakan hal ini pada petugas toko buku) setiap buku dijatah tidak lebih dari tiga bulan di-display di rak toko buku. Lebih dari itu ia harus segera ditarik karena buku-buku yang lebih baru menuggu giliran dipajang. Kecuali buku yang diburu pembeli, dan mengalami cetak ulang berkali-kali.

Paling lama saban pekan aku memang berkunjung ke toko buku. Kadang hanya untuk melihat-lihat buku baru, membaca majalah, dan membelinya jika menarik. Melihat begitu banyaknya buku bikin aku lupa betapa aku pernah menerbitkan buku (kumpulan cerpen). Tahun berapa ya? Oh, aku harus membukanya kembali. Rupanya pertengahan 2005, oleh sebuah penerbit di Jogjakarta bernama Logung Pustaka. Terus terang, aku memang hampir melupakan buku tersebut. Bisa dibayangkan, bagaimana orang lain mengenangnya jika pengarangnya saja hampir lupa bukunya pernah terbit. Tapi aku tak mungkin lupa pada satu nama: Binhad Nurrohmat, dialah yang mendorongku untuk mengirimkan manuskrip kumpulan cerpenku pada Arief Fauzi MS, pemilik Logung Pustaka. Penyair yang sempat memicu kontroversi lantaran sajak-sajak erotiknya itu pula yang mempertemukanku dengan Arief di rumah sekaligus kantor Logung Pustaka di Maguo, Jogjakarta.

Kami naik kereta api ekonomi dari Stasiun Senen menuju Jogja bersama rombongan mahasiswa yang akan menghadiri sebuah seminar kepemudaan di kota itu. Seingatku Ramadhan 4025 Hijriah waktu itu. Di kota itu pula pertama kalinya aku jumpa dengan esais Imam Muhtarom, dan penyair W Haryanto, dari Surabaya.

“Lagu Cinta untuk Tuhan” demikian buku kumpulan cerpen itu diberi judul, sempat diluncurkan di dua tempat, Balai Budaya Tangerang, dan di Universitas Tirtayasa Serang, Banten. Wan Anwar dan Martin Aleida menjadi pembicara di Balai Budaya. Makalah yang ditulis Martin lantas dimuat di Republika setahun berikutnya. Di Serang Herwan FR yang membedah. Harian Jawa Pos sempat pula memuat resensinya.

Ada beberapa sms dari pembaca yang masuk ke ponselku. Ada juga surat, baik lewat pos maupun email. Mulai dari Padang, Lampung, Jogjakarta, Bandung, , Jakarta, Jember, dan beberapa kota kecil lain. Jujur, ini merupakan surprise buatku. Rupanya lumayan juga respons pembaca. Yang lebih surprise respons yang kuterima dari seorang mahasiswa Universitas Negeri Jember, bernama David Zeus.

Dia mengaku sangat terkesan dengan cerpen “Lagu Cinta untuk Tuhan” yang berkisah tentang transjender. Dia terkesan lantaran temanya yang menyinggung ‘dunia’nya. Dia mengaku seorang gigolo dengan client lintas jender.

“Saya seorang gigolo, Mas” ujarnya lewat ponsel. “Ajaib sekali saya bisa bicara langsung dengan pengarang cerpen ini,” akunya, sangat berlebihan. Yang mengejutkan, dia secara terus terang ingin melakukan hubungan seks denganku. “Dari dulu saya pengin bermain seks dengan pengarang,” dia bilang.
Dengan buku itu pula aku melamar dan diterima menjadi wartawan tabloid hiburan di Jakarta, 2007 silam.

Hampir lima tahun sejak buku itu terbit, belum ada lagi penerbit yang bersedia menerbitkan bukuku. Ya, siapalah aku? Pengarang picisan! Ada memang seorang kawan di Jakarta yang menawariku menerbitkan kumpulan cerpenku. Hanya saja dia meminta aku turut menanggung separuh pembiayaan. Kini aku tengah mempertimbangkannya. Aku berharap sebelum buku kumpulan cerpenku yang kedua terbit, lebih dulu novelku. Seorang kawan hangat menjanjikan akan membantu menerbitkan novelku. Sayangnya sampai saat ini novel yang kutulis sejak pertengahan tahun lalu belum juga rampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar