Senin, 07 Juni 2010

Pengembaraan Sebelum Menikah



Dorongan pertama untuk membaca buku “Sastra Pranikah’ ini adalah penulisnya pernah tinggal di satu kecamatan yang sama dengan saya. Ditambah ilustrasi cover-nya yang sangat akrab dengan masa kecil saya. Burok dan cerobong pabrik gula. Saya makin bergairah manakala ada penjelasan bahwa ini merupakan buku autobiografi. Saya segera menyusuri ingatan masa kecil saya, dan mulai berharap-harap ada persinggungan dengan kehidupan masa kanak saya yang berkaitan dengan pabrik gula dan burok.

Ketika membaca halaman pertama, saya segera tahu betapa dorongan-dorongan di atas tidak saya perlukan lagi. Cara bertutur dan logika bahasanya langsung membetot dan menghanyutkan saya pada halaman-halaman berikutnya sampai tahu-tahu mentok di halaman 200. Saya kemudian mengira-ngira apa rupanya yang membuat saya demikian menikmati tulisan Nyi Vinon di luar perkara cara dan kelancaran bertutur serta logika bahasa. Ternyata jelas bukan semata kisah perjalanan hidup Nyi Vinon, termasuk setting beberapa peristiwa yang ditulisanya.

Sebab, terus terang saja tak ada yang istimewa dengan perjalanan hidup Nyi Vinon. Bukan lantaran rentang waktunya yang pendek—usia Ny Vinon belum lagi setengah abad. Ia ‘hanya’ anak seorang pegawai pabrik gula keturunan bangsawan yang kerap berpindah pindah tugas, pernah mengikuti program pertukaran pelajar ke Austarlia, kuliah di Bandung, menjadi arsitek, bekerja di LSM, melakukan riset di Bali. Yang menjadi daya pikat bagi saya adalah penyajian, cara pandang, dan pikiran-pikiran Vinon, baik pada dunia di luar maupun dalam dirinya. Serta pengetahuan sejarah yang dimilikinya. Acap Vinon melihat suatu obyek dengan menggali dan mengaitkanya pada sejarah yang tampaknya cukup dikuasainya. Termasuk sejarah geografi dan sosiologi, membuat tulisannya begitu basah dan kaya.

Vinon menuturkan kisah perjalanan hidupnya tidak secara runut dan subtil, melainkan melompat-lompat dari satu peristiwa ke peristiwa yang dianggap paling menarik. Dan saya kira dia berhasil melakukannya. Strategi ini menghindarkannya dari kesan membosankan. Peristiwa-peristiwa yang biasa saja, persoalan-persoalan yang wajar dan remeh menjadi punya makna baru lantaran cara pandang dan penyikapan Vinon terhadap persoalan tersebut. Sering Vinon memaparkan pikirannya semata, lantas mencomot beberapa kisah perjalanan hidupnya baik waktu SD, SMA, semasa mahasiswa, dan masa kini, untuk diperiksa dan diberi pemaknaan baru. Dan yang paling penting semua diuturkan Vinon secara jujur, santai namun mendalam dan, lagi-lagi, penuh permainan logika bahasa.

Pada usia empat tahun ibunya mengira Nyi Vinon berbakat jadi teroris, padahal ia menyimpan cita-cita jadi peragawati. Cita-cita ini sempat kesampaian secara kebetulan saat berada di Australia—tidak ada keterangan tahun kejadiannya (saya menduga saat pertukaran pelajar). Nyi Vinon tidak perlu menanggalkan pakaian dalam demi kerapihan pakaian yang diperagakan seperti umumnya peragawati profesional. Urusan pakaian dalam ini tidak ada hubungannya dengan idealisme apa pun selain semata pilihan—atau bisa saja kebiasaan.

Pandangan-pandangan Vinon terkait dengan agama pun secara gamblang dapat saya tangkap. Misalnya, bagi Vinon betapa menjadi seorang muslimah yang ‘sesuai’ syariah itu sangat mahal dan merepotkan. Bagi Vinon agama tak lebih sebagai hobi. Dalam konteks sepasang suami istri, hendaknya mereka bisa menghargai hobi masing-masing Tidak perlu saling memaksakan hobi. Saya juga ditunjukkan pada pandangannya tentang feminisme, Tuhan, pluralisme, takdir, surga neraka, jilbab. Surga menurutnya sebuah tempat yang membosankan. Karena manusia yang masuk ke sana akan mengalami melulu kenikmatan. Artinya, neraka pun bukan sesuatu yang mengerikan karena penderitaan yang terus menerus akan melahirkan kekebalan.

Kadang memang saya merasa Vinon seperti sedang berkhotbah ketika memaparkan sikap-sikapnya, terendus nada sok pintar dan menggurui. Tetapi sungguh itu bisa maafkan karena ditopang argumentasi dengan logika yang kuat. Saya membayangkan setelah buku ini Vinon menulis novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar